Saturday, 21 October 2017

Pengerajin batik motif "gelombang bono" raih omzet Rp300 juta/bulan

Pengerajin batik motif
Dokumentasi Perajin membuat motif batik tulis di kawasan sentra batik Cigeurem, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (5/4/2017). Tidak menentunya cuaca di Tasikmalaya akhir-akhir ini menyebabkan produksi batik menjadi terhambat, sehingga perajin hanya memproduksi 30 potong kain batik dari biasanya 40 potong kain per harinya. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Pekanbaru (ANTARA News) - Pengelola Rumah Batik Andalan yang beranggotakan kaum ibu rumah tangga beralamat di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau mengaku kini sudah mampu menghasilkan omzet Rp300 juta per bulan untuk produk unggulan batik tulis motif "gelombang bono".

"Motif Gelombang Bono telah mendapatkan hak paten, " kata Ketua Kelompok Usaha Rumah Batik Andalan Siti Nurbaya (49) tahun saat dijumpai pada acara Riau Expo 2017, di Pekanbaru, Jumat. 

Siti dan teman-temannya yang merupakan mitra binaan PT. RAPP sudah menggeluti batik tulis sejak November 2013.

Usaha kerajinan batik tulis yang mengandalkan kaum ibu ini kini berkembang pesat hingga mampu menghasilkan omzet besar dan menambah pendapatan keluarga.

"Omzet yang didapat dari usaha ini cukup menjanjikan mencapai Rp300 juta per bulannya," imbuh dia.

Ia menjelaskan motif gelombang bono yang diciptakan oleh kelompok yang bermukim di Kerinci itu terinspirasi dari fenomenal alam gelombang bono yang ada di daerah Pelalawan.

"Sebagai salah satu bentuk kecintaan akan batik akhirnya kami mengabadikan gelombang bono sebagai motif batik tulus khas Riau " tuturnya.

Ia menjelaskan untuk selembar kain batik tulis motif gombang bono bisa dihargai Rp200.000-Rp500.000 tergantung bahan dasar kain.

Diakuinya memang harga batik tulus produksi Rumah Batik Andalan ini lebih mahal ketimbang produk batik lainnnya karena pengerjaannya masih manual dan tradisional.

"Rumah Batik Andalan membuat dengan teknik tulis. Hal ini menyebabkan harga batik gelombang bono lebih mahal daripada yang lain di pasaran yang menggunakan teknik printing," tuturnya.

Masih sambung dia kaum ibu yang menjadi anggota kelompok Rumah Batik Andalan kini juga mengembangkan motif lainnya seperti akasia, daun eukaliptus, timun suri dan lakuna.

"Kesemua motif ini dikreasikan langsung oleh warga binaan PT RAPP dan Pemda dengan inspirasi dari alam sekitar," ujarnya.

Selain kelima motif tersebut, ada koleksi batik tulis lainnya yang telah didaftarkan untuk dimintai hak patennya yaitu daun sawi, daun pakis, pohon sawit, buah sawit dan daun sawit.

Terkait pemasarannya, masih Siti menjelaskan batik gelombang bono ini telah menembus pasar internasional diantaranya China, Brazil, Singapura, Malaysia bahkan Afrika Selatan.

Ia menambahkan pada Riau Expo 2017 kali ini untuk tetap bisa bersaing dan eksis kaum ibu berinovasi tidak hanya menjadikan bahan pakaian, namun aneka batik terutama motif gelombang bono dibuat menjadi scraft, dompet, tas, tempat tisu, dan lain sebagainya.

"Ini sebagai bentuk kreasi batik gelombang bono agar semakin diminati oleh masyarakat. Kami dibantu oleh PT. RAPP untuk pemasaran, kalau ada tamu luar negri mereka membeli untuk dijadikan cinderamata, " pungkas Siti Nurbaya.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2017

0 comments:

Post a Comment