Memang kebanyakan di Giriloyo motif klasik Jogja Mataram, karena ada sejarah dari batik itu"
Bantul (ANTARA News) - Kerajinan batik produksi perajin dari Kampung Batik Giriloyo, Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dipasarkan sampai Jakarta dan beberapa kota di Indonesia, karena punya fans atau penggemar terutama mereka yang suka batik klasik Jogja Mataram.
"Pasar batik Giriloyo sudah ada beberapa relasi dari Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan luar Jawa," kata Ketua II Paguyuban Batik kampung Giriloyo, Desa Wukirsari, Nur Ahmadi di Bantul, Senin.
Menurut dia, relasi yang sudah jadi langganan pembeli batik itu ada yang memang merupakan kolektor batik, pecinta batik, dan pelanggan yang minta pesanan khusus ketika mau mengadakan hajatan pernikahan.
"Jadi selain bergabung dalam showroom ini mereka (pembatik) juga sudah mempunyai langanan-langganan juragan di Yogyakarta dan luar daerah, kadang dia ambil putihan untuk diwarna sendiri," katanya.
Nur Ahmadi mengatakan, produk batik Giriloyo yang menjadi salah satu sentra batik di Bantul ini diminati konsumen atau pecinta batik ini karena batik yang dihasilkan dibuat dengan tradisional atau batik tulis dengan motif klasik.
"Kalau dari luar Jawa itu karena ada `darah` Mataram, jadi mereka ingin cari warna atau motif khusus klasik Jogya atau Mataram. Memang kebanyakan di Giriloyo motif klasik Jogja Mataram, karena ada sejarah dari batik itu," katanya.
Ia mengatakan, saat ini di Dusun Giriloyo terdapat ratusan pembatik yang tergabung dalam kelompok batik, sebanyak 12 kelompok batik diantaranya telah bergabung dalam paguyuban batik dan punya showroom di kawasan Kampung batik.
Kapasitas produksi batik, kata dia, minimal sebanyak 10 lembar batik tulis per bulan, karena memang untuk membuat batik tulis butuh proses dan waktu lama, dan tiap kelompok yang berjumlah 30 orang mengerjakan di rumah produksi masing-masing.
"Kalau satu tahun itu pendapatan dari showroom bersama sekitar Rp800 juta sampai Rp900 juta," katanya. Paguyuban tersebut, lanjut dia, memiliki 12 gerai pamer atau showroom .
Baca juga: Begini kondisi batik Bantul usai penetapan UNESCO
Baca juga: Yogyakarta tuan rumah "World Heritage Camp Indonesia"
"Pasar batik Giriloyo sudah ada beberapa relasi dari Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan luar Jawa," kata Ketua II Paguyuban Batik kampung Giriloyo, Desa Wukirsari, Nur Ahmadi di Bantul, Senin.
Menurut dia, relasi yang sudah jadi langganan pembeli batik itu ada yang memang merupakan kolektor batik, pecinta batik, dan pelanggan yang minta pesanan khusus ketika mau mengadakan hajatan pernikahan.
"Jadi selain bergabung dalam showroom ini mereka (pembatik) juga sudah mempunyai langanan-langganan juragan di Yogyakarta dan luar daerah, kadang dia ambil putihan untuk diwarna sendiri," katanya.
Nur Ahmadi mengatakan, produk batik Giriloyo yang menjadi salah satu sentra batik di Bantul ini diminati konsumen atau pecinta batik ini karena batik yang dihasilkan dibuat dengan tradisional atau batik tulis dengan motif klasik.
"Kalau dari luar Jawa itu karena ada `darah` Mataram, jadi mereka ingin cari warna atau motif khusus klasik Jogya atau Mataram. Memang kebanyakan di Giriloyo motif klasik Jogja Mataram, karena ada sejarah dari batik itu," katanya.
Ia mengatakan, saat ini di Dusun Giriloyo terdapat ratusan pembatik yang tergabung dalam kelompok batik, sebanyak 12 kelompok batik diantaranya telah bergabung dalam paguyuban batik dan punya showroom di kawasan Kampung batik.
Kapasitas produksi batik, kata dia, minimal sebanyak 10 lembar batik tulis per bulan, karena memang untuk membuat batik tulis butuh proses dan waktu lama, dan tiap kelompok yang berjumlah 30 orang mengerjakan di rumah produksi masing-masing.
"Kalau satu tahun itu pendapatan dari showroom bersama sekitar Rp800 juta sampai Rp900 juta," katanya. Paguyuban tersebut, lanjut dia, memiliki 12 gerai pamer atau showroom .
Baca juga: Begini kondisi batik Bantul usai penetapan UNESCO
Baca juga: Yogyakarta tuan rumah "World Heritage Camp Indonesia"
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment